selamat datang

SELAMAT DATANG DI BLOG DISKOM.INFO, alamat : http://www.dkominf.blogspot.com, [BLOG INI MERUPAKAN TUGAS PEMBELAJARAN MATA KULIAH STRATEGI DIFUSI INOVASI BERBASIS MEDIA ON-LINE] dikelola oleh SLAMET ROHMADI, Mhs Program Studi KIP, Konsentrasi Studi Diseminasi Informasi Publik D-IV

Jumat, 03 Juni 2011

UU KIP Sebagai Basis Kontrol Masyarakat terhadap Negara

kartun diunduh dari : http://dreamindonesia.wordpress.com/
Negara Indonesia yang belakangan dilanda berbagai permasalahan korupsi, mampu merugikan Negara dalam jumlah besar dari masalah century, rekening gendut, sampai pada mafia kasus. Hingga hari ini kasus-kasus tersebut masih dapat kita nikmati di berbagai macam media. Hal ini menjadi menarik, apabila masalah-masalah tersebut ditarik akar permasalahanya secara fundamental, apakah dikarenakan pengawasan yang tidak tegas, atau memang ada kesalahan secara yuridis, yang membuat celah bagi para mafia hukum untuk memanfaatkan kesempatan melakukan hal yang korup.

Dengan maraknya kasus korupsi di Indonesia, dan juga masalah-masalah hukum yang mampu merugikan masyarakat umum, seharusnya masalah-masalah tersebut mampu menyeret partisipasi masyarakat luas untuk dapat turut mengawasi anggaran Negara. Karena, Undang-undang Dasar 1945 telah mengamanatkan kepada Negara, agar Negara dapat menjalankan anggaran pendapatan dan belanja Negara secara terbuka, sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat. Hal ini senada dengan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 23 yang menyatakan bahwa, “Anggaran pendapatan dan belanja Negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan Negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanankan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

Dalam perspektif sosial, keterkaitan masyarakat dalam pengawasan anggaran Negara, justru akan mempersempit ruang celah bagi aparatur negara dalam melakukan penyelewengan anggaran. Karena, masyarakat adalah sebuah kekuatan yang tak dapat ditampik fungsinya sebagai pemegang penuh atas kedaulatan Negara, yang dalam hal ini Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Oleh karenanya, ditampuk masyarakatlah hukum menjadi berfungsi di Negara ini sebagaimana mestinya.

Masyarakat sebagai pemegang penuh atas kedaulatan Negara, maka kontrol masyarakat terhadap Negara secara berkala, akan memperkuat fungsi dan keberadaan masyarakat di mata Negara. Disisi lain, anggaran yang dikelola Negara sebagai objek dari control masyarakat tersebut akan dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat. Akan tetapi, tidak terealisasinya kepedulian masyarakat, menumbuh-suburkan banyak mafia-mafia yang memakan anggaran Negara, hal ini terjadi karena lemahnya control masyarakat dalam hal control anggaran tersebut. Tidak aneh bila Negara mengalami kerugian yang sangat besar.

Dalam perjalanan kasus-kasus mafia hukum dewasa ini yang sarat akan dominasi kesenjangan anggaran Negara, mengharuskan Negara untuk segera membenahi system pengontrolan terhadap hal keterbukaan kegiatan kepemerintahan. Oleh karena itu, keterbukaan informasi kepada publik mulai digulirkan pada tahun 2008 dalam Undang-Undang No. 14 tentang Keterbukaan Informasi Publik, yang bersamaan dengan itu pemerintah juga menggulirkan Komisi Informasi Publik sebagai Pemegang penuh Regulasi UU No. 14/2008, sebagai bentuk pengawasan dan penegasan terhadap sirkulasi informasi kegiatan kepemerintahan.

Pengejawantahan daripada regulasi keterbukaan informasi publik, masih belum dapat dirasakan sampai pada masyarakat tingkat bawah, dengan mengingat system birokrasi kepemerintahan yang masih berkutat pada apa, dan siapa yang harus bertanggung jawab akan keterbukaan kegiatan setiap badan publik terkait. Sehingga pada tahun 2010, pemerintah menggulirkan regulasi akan standar pelayanan informasi publik, dengan menetapkan di setiap badan publik, perlu ada Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi.

Hal ini di dikarenakan, otoritas kebijakan setiap badan publik tidak dapat diseragamkan dan tidak dapat disentralisasikan kepada pemerintah pusat. Sehingga, timbulnya regulasi pelayanan keterbukaan informasi publik dikembalikan kepada badan publik terkait, dan komisi informasi bertugas menyelesaikan sengketa informasi publik yang sifatnya final.

Keterbukaan informasi publik yang mengacu pada sifat transparansi, baik dari sector kegiatan, sampai pada sektor anggaran Negara, sampai saat ini masih menjadi kajian badan publik, hal ini mengingat bahwa, urgensi anggaran merupakan privasi badan publik. Indikasi pertanyaan yang dilayangkan badan publik, dan sekaligus menjadi kekhawatiran badan publik adalah, apa fungsi dari data dan informasi yang diberikan badan publik kepada publik setelah data apa yang diminta diberikan?. Sanggahan badan publik yang bersifat mangkir daripada transparansi dan keterbukaan tidak lagi dapat dengan mudah dirasakan publik dengan mudah.

Padahal, Undang-Undang Dasar 1945 telah menegaskan akan sikap keterbukaan badan publik pada Pasal 28 F yang menjamin setiap warga Negara untuk dapat memperoleh Informasi. “setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia“

Proses keterbukaan dan transparansi informasi publik, hingga pada proses bergulirnya standarisasi pelayanan informasi publik ke hadapan publik, menjadi sebuah panggilan terhadap khalayak masyarakat, agar dapat secara bersama-sama menjadi agent control terhadap perjalanan kegiatan kepemerintahan. Seperti halnya Pasal 4 UU No. 14/2008 tentang Keterbukaan informasi publik menyerukan bahwa, “setiap warga Negara berhak untuk memperoleh informasi sesuai dengan UU yang berlaku“. Pengertian memperoleh berarti warga Negara dengan serta merta dapat mengetahui informasi atau mendapatkan salinan informasi sesuai yang diminta.

Nilai birokratisasi dan procedural badan publik yang masih melekat, menjadi tantangan tersendiri dalam proses keterbukaan informasi publik, sedagkan disisi lain, terdapat masalah baru ketika badan publik belum melakukan amanat Undang-Undang No. 1/2010 tentang standarisasi pelayanan informasi publik. Mengapa tidak, birokratisasi dan procedural badan publik yang relative rumit, mampu menyihir keinginan publik dalam mengontrol dan meminta informasi terkait permasalahan anggaran.**

Sumber bacaan :
Sekretaris Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, Jakarta, 2007
Komisi Informasi Publik, UU No. 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Jakarta. 2008
http://hukum.kompasiana.com/2011/04/27/keterbukaan-informasi-publik-sebagai-basis-kontrol-masyarakat-terhadap-negara/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar